Pemakzulan Rektor UI : Apa Kata Saya? (Part 1)

Delivery Gelar Honoris Causa

Karena pemberian gelar Doctor Honoris Causa Rektor UI kepada Raja Arab Saudi yang telah memancung pahlawan devisa kita yang bernama Ruyati, akhirnya rektor UI terancam digulingkan?

Lagi-lagi om Gum ini bikin masalah, ini bukan yang pertama dan menurut gua juga ini bukan salah satu masalah besar di UI yang membuat dia pantas untuk diturunkan. Pemberian gelar Doktor HC yang diberikan om kita ini langsung ke arab sana seperti layaknya pengantar Pizza. Namun satu hal yang saya suka dari peristiwa ini ternyata bisa membuka mata hati para guru besar dan alumni untuk menggulingkan si Oom.

Kali ini gelombang protes yang sangat luar biasa datang bukan hanya dari pihak Mahasiswa, namun Guru Besar, Professor dan Alumni pun ikut mendemo, tercatat ada sekitar 2.000 lebih warga UI berkumpul untuk menyatukan suara demi turunnya Oom Gum di FEUI pada hari Senin Tanggal 7 September 2011 kemarin. Keren loh ketika Prof. Emil Salim berorasi banyak warga UI yang berteriak dengan tegas dan lantang “UI not for sale!” yang artinya sendiri saya kurang begitu paham, eeehh maksudnya makna lebih jelasnya…

“UI tidak untuk dijual” begitulah kira-kira kalau diartikan ke bahasa Indonesia, berarti ada indikasi bahwa UI dikomersilkan. Jangan-jangan Raja Saudi memberikan upah dan upeti untuk UI atau kantong Oom Gum agar Sang Raja mendapat gelar HC sehingga teriakan tersebut terlontar dari pendemo? Kalau memang dibayar berarti benar adanya illustrasi yang saya buat semalam suntuk. “Om gum, saya pesan gelar HC 1 ya, kirim ke rumah saya cepet, nggak pake lama!”, Seandainya saya Raja Saudi mungkin itu kata-kata yang keluar dari mulut saya. dan Oom Gum langsung ngacir naik motor kuning bertuliskan “Punya Nenek Gue!”

wuss…

Oom Gum ini memang punya banyak masalah semenjak ia terpilih menjadi rektor. Tapi, dampak masalah tersebut sebenarnya paling terasa kepada mahasiswa dan mahasiswa baru. Baru menjabat saja biaya kuliah di UI langsung meroket. Generasi 2008 keatas bisa disebut generasi 5-7.5 juta, istilah kerennya generasi BOP-Berkeadilan yang sering disebut berkesulitan. Maksudnya sih bagus, jadi setiap mahasiswa yang masuk bisa mendapat penyesuaian biaya masuk dengan maksimal 5 – 7.5 juta tergantung jurusan per semesternya, dan biaya termurah bisa mencapai 100ribu persemester. Sebelumnya biaya kuliah di UI sekitar 1-2 juta persemester dan dipukul rata. Uang pangkal juga begitu, mulai dari 100ribu hingga 25 juta. Tapi pada prakteknya?? Waahh parah sekali!!! Banyak mahasiswa yang mengeluhkan BOPB yang diharapkan tidak sesuai dengan hasil keputusan BOP. Buat mahasiswa yang kurang aware sama lingkungannya coba main-main ke adkesma BEM fakultas, berapa banyak sih mahasiswa yang bermasalah dengan BOPB nya? jawabannya buanyaakkk buanget!

Makanya nggak heran banyak yang bilang UI kampus mahal, saya ingat betul bagaimana dulu si Oom Gum dengan bangganya menyebutkan “Tidak ada mahasiswa UI yang tidak masuk karena masalah biaya!” di bedah kampus zaman saya SMA, nyatanya teman saya satu kelas di SMA dulu ada yang tidak jadi mengambil kuliah di UI karena masalah biaya yang terlampau mahal. Okay,-itu baru salah satunya. Ditambah lagi mungkin temen-temen juga sudah tahu kalau mahasiswa UI sekarang dibagi menjadi 4 program yaitu; reguler, paralel, vokasi dan international. ke-tiga program selain reguler itu dibuat dengan uang masuk dan semesteran yang lebih mahal karena menjadi pundi-pundi untuk keuangan UI. Seharusnya dengan adanya program-program tersebut, UI bisa mengelola keuangan yang lebih baik untuk mempertahankan tegaknya kata “Berkeadilan” itu.

Masih soal duit. Tahun ini lebih Gila lagi! Masa di formulir tes SIMAK UI ada isian “penghasilan orang tua dalam sebulan?”. Tentunya karena saya masih waras curiga harus dong, buat apa hal semacam itu harus diisi oleh calon mahasiswa yang belum tentu lolos uji, memangnya semakin besar penghasilan orang tua akan mempengaruhi peluang masuk UI? Sungguh tidak adil jika ada screening terhadap calon mahasiswa UI yang orang tuanya dibawah rata-rata peluang masuknya lebih rendah dibandingkan dengan orang kaya. Benar-benar “UI for sale!”

Okay, ceritanya kan tadi udah dijelasin nih kalau biaya kuliah di UI itu mahal, mau murah tapi ribet. Tapi nyatanya, kondisi ini sekarang berbanding terbalik. Kita boleh saja sebagai mahasiswa berprasangka baik bahwa UI membutuhkan biaya untuk merawat dan menjalankan aktifitas kuliah yang baik sehingga kuliah jadi mahal. Tapi kenapa pembangunan di UI seperti kampus swasta yang kelebihan dana. Coba cek ada banyak proyek yang sedang dibangun di UI, mulai dari Boulevard UI, Perpustakaan UI, Fakultas Seni, Fakultas Vokasi UI, Pohon Baobab, Kandang Rusa, Rumah Sakit UI, Science Park, Bikun Baru, Sepeda Kuning hingga jalur-jalurnya. Sepertinya kampus ini sedang dalam keadaan puncaknya pembangunan, apalagi kalau melihat wujud fisik asli dan master plan wujud proyek-proyek tersebut, sepertinya akan memakan dana hingga trilliunan rupiah. Darimana uang pembangunannya itu?? dan dimana transparansi keuangannya?? Jangan tanya saya…. Indonesia itu yang namanya pembangunan sarat sekali dengan praktik korupsi. Liat aja tuh Nazarudin dan Nunun lagi heboh. Sedangkan di UI ini sama sekali tidak ada transparansi keuangan meski proyek-proyek besar sedang berhamburan.

Ok, berarti gedung-gedung di UI bagus-bagus dong? Oh iya dong bagus-bagus, untuk gedung baru sih memang yahud, tapi bagaimana dengan gedung-gedung lama? sepertinya akan dibiarkan rusak hingga terbakar. Nggak usah jauh-jauh deh, dari Fakultas saya sendiri, coba masuk ke WC salah satu gedung kuliah. pasti pada rusak-rusak. di FIB juga ada WC yang bagus di gedung kuliah, tepatnya gedung 6, tapi sayangnya toilet tersebut hanya diperuntukan untuk mahasiswa BIPA, yaitu mahasiswa asing yang belajar bahasa Indonesia. Di depan toiletnya tertulis “Toilet Khusus BIPA”, saran saya bagaimana kalau diganti dengan tulisan “Inlander dilarang masuk!” biar lebih kerasa diskriminasi era zaman belanda.

Selain itu ada lagi kebijakan-kebijakan nyeleneh dari Oom Gum yang membuat mahasiswa sengsara, salah satunya adalah kebijakan untuk menutup seluruh perpustakaan fakultas dan memusatkan seluruh koleksi dan kegiatan perpustakaan pada gedung perpustakaan baru yang saat ini masih belum bisa digunakan. Prett banget kan? Masa perpustakaan fakultas ditutup, padahal UI itu luasnya bukan main, kira-kira 11-12 sama luasnya Taman Mini Indonesia Indah. Terus menjelang penerimaan mahasiswa baru 2011 kemarin, Oom gum mengeluarkan SK Rektor terbaru untuk penerimaan mahasiswa baru 2011. Yang bikin heboh di SK tersebut sama sekali tidak disebut tentang BOPB. Hilangnya kata sakti itu membuat mahasiswa bingung dan bertanya “Apakah BOPB dihapuskan?” Namun karena mahasiswa cukup aware dan karena masalah ini mahasiswa cukup bergejolak, akhirnya BOPB masih ada di tahun 2011.

Saya sebetulnya nggak seneng nulis hal-hal yang diatas itu, karena dari penjelasan diatas sebenarnya saya sudah menjelek-jelekan kampus saya sendiri. Eits, tapi jangan salah, kejelekan-kejelekan yang saya sebutkan itu ada penyebabnya loh, dan untuk membersihkan kampus dari kejelekan itu kita harus mendepak atau membersihkan biang keladinya agar kampus kembali baik.

bersambung ke part II

2 thoughts on “Pemakzulan Rektor UI : Apa Kata Saya? (Part 1)

Leave a reply to Hanif Ridwan Cancel reply